mifka weblog

17 Oktober 2008

Download Sajak-sajak WS. Rendra

Filed under: Zero — by Badru Tamam Mifka @ 4:44 pm
Tags: , , ,

Saya tak pernah bosan kalau mendengar sastrawan berjuluk “si Burung Merak” baca puisi. Suaranya lantang, mantab! Sedikit sih sastrawan yang jago bikin puisi sekaligus mahir membacakannya. Dari yang sedikit itu, WS. Rendra salah satunya, selalu memukau di atas panggung ketika baca puisi. Keren abiz, bikin merinding bulu badan, trenyuh, deg-degan atau tiba-tiba hanyut ikut geram, juga turut semangat.

Saya ingin sekali mengoleksi puisi-puisi Rendra dalam format MP3. Kalau dalam bentuk buku sih cukup punya. Saya kebetulan punya sedikit, kalau ada yang belum punya, download aja. Kalau ada yang punya link download koleksi puisi-puisi yang lain, kasih tau saya, wokey!

Download:

WS. Rendra – Di Bawah Bulan

WS. Rendra – Hutan Bogor

WS. Rendra – Kelelawar

WS. Rendra – Kangen

WS. Rendra – Kepada MD

WS. Rendra – Kupanggil Namamu

WS. Rendra – Nyanyian Duniawi

WS. Rendra – Nyanyian Pengantin

WS. Rendra – Pamplet Cinta

WS. Rendra – Sajak Bunga Gugur

WS. Rendra – Saja Burung Kondor

WS. Rendra – Sajak Joki Tobing untuk Widuri

WS. Rendra – Sajak Seorang Tua Kepada Istrinya

WS. Rendra – Sajak Widuri Untuk Joki Tobing

WS. Rendra – Sawojajar 5 Jogja

WS. Rendra – Serenada Biru

WS. Rendra – Serenada Merah Padam

WS. Rendra – Serenada Merjan

WS. Rendra – Setelah Rambutmu Tergerai

WS. Rendra – Surat Cinta

WS. Rendra – Wajah Dunia Yang Pertama

WS. Rendra – Wanitaku

Lainnya:

WS. Rendra – Orang Tua

WS. Rendra – Side A

WS. Rendra – Side B

WS. Rendra – Sajak Cinta 1

WS. Rendra – Sajak Cinta 2

Teks Puisi2 WS. Rendra:

SURAT CINTA

Kutulis surat ini
kala hujan gerimis bagai bunyi tambur yang gaib,
Dan angin mendesah
mengeluh dan mendesah,
Wahai, dik Narti,
aku cinta kepadamu !

Kutulis surat ini
kala langit menangis
dan dua ekor belibis
bercintaan dalam kolam
bagai dua anak nakal
jenaka dan manis
mengibaskan ekor
serta menggetarkan bulu-bulunya,
Wahai, dik Narti,
kupinang kau menjadi istriku !

Kaki-kaki hujan yang runcing
menyentuhkan ujungnya di bumi,
Kaki-kaki cinta yang tegas
bagai logam berat gemerlapan
menempuh ke muka
dan tak kan kunjung diundurkan.

Selusin malaikat
telah turun
di kala hujan gerimis
Di muka kaca jendela
mereka berkaca dan mencuci rambutnya
untuk ke pesta.
Wahai, dik Narti
dengan pakaian pengantin yang anggun
bunga-bunga serta keris keramat
aku ingin membimbingmu ke altar
untuk dikawinkan
Aku melamarmu,
Kau tahu dari dulu :
tiada lebih buruk
dan tiada lebih baik
dari yang lain ……
penyair dari kehidupan sehari-hari,
orang yang bermula dari kata
kata yang bermula dari
kehidupan, pikir dan rasa.

Semangat kehidupan yang kuat
bagai berjuta-juta jarum alit
menusuki kulit langit :
kantong rejeki dan restu wingit
Lalu tumpahlah gerimis
Angin dan cinta
mendesah dalam gerimis.
Semangat cintaku yang kuta
batgai seribu tangan gaib
menyebarkan seribu jaring
menyergap hatimu
yang selalu tersenyum padaku.

Engkau adalah putri duyung
tawananku
Putri duyung dengan
suara merdu lembut
bagai angin laut,
mendesahlah bagiku !
Angin mendesah
selalu mendesah
dengan ratapnya yang merdu.
Engkau adalah putri duyung
tergolek lemas
mengejap-ngejapkan matanya yang indah
dalam jaringku
Wahai, putri duyung,
aku menjaringmu
aku melamarmu

Kutulis surat ini
kala hujan gerimis
kerna langit
gadis manja dan manis
menangis minta mainan.
Dua anak lelaki nakal
bersenda gurau dalam selokan
dan langit iri melihatnya
Wahai, Dik Narti
kuingin dikau
menjadi ibu anak-anakku !

PAMPLET CINTA

Ma, nyamperin matahari dari satu sisi.
Memandang wajahmu dari segenap jurusan.

Aku menyaksikan zaman berjalan kalangkabutan.
Aku melihat waktu melaju melanda masyarakatku.
Aku merindukan wajahmu,
dan aku melihat wajah-wajah berdarah para mahasiswa.
Kampus telah diserbu mobil berlapis baja.
Kata-kata telah dilawan dengan senjata.
Aku muak dengan gaya keamanan semacam ini.
Kenapa keamanan justru menciptakan ketakutan dan ketegangan
Sumber keamanan seharusnya hukum dan akal sehat.
Keamanan yang berdasarkan senjata dan kekuasaan adalah penindasan

Suatu malam aku mandi di lautan.
Sepi menjdai kaca.
Bunga-bunga yang ajaib bermekaran di langit.
Aku inginkan kamu, tapi kamu tidak ada.
Sepi menjadi kaca.

Apa yang bisa dilakukan oleh penyair
bila setiap kata telah dilawan dengan kekuasaan ?
Udara penuh rasa curiga.
Tegur sapa tanpa jaminan.

Air lautan berkilat-kilat.
Suara lautan adalah suara kesepian.
Dan lalu muncul wajahmu.

Kamu menjadi makna
Makna menjadi harapan.
……. Sebenarnya apakah harapan ?
Harapan adalah karena aku akan membelai rambutmu.
Harapan adalah karena aku akan tetap menulis sajak.
Harapan adalah karena aku akan melakukan sesuatu.
Aku tertawa, Ma !

Angin menyapu rambutku.
Aku terkenang kepada apa yang telah terjadi.

Sepuluh tahun aku berjalan tanpa tidur.
Pantatku karatan aku seret dari warung ke warung.
Perutku sobek di jalan raya yang lengang…….
Tidak. Aku tidak sedih dan kesepian.
Aku menulis sajak di bordes kereta api.
Aku bertualang di dalam udara yang berdebu.

Dengan berteman anjing-anjing geladak dan kucing-kucing liar,
aku bernyanyi menikmati hidup yang kelabu.
Lalu muncullah kamu,
nongol dari perut matahari bunting,
jam duabelas seperempat siang.
Aku terkesima.
Aku disergap kejadian tak terduga.
Rahmat turun bagai hujan
membuatku segar,
tapi juga menggigil bertanya-tanya.
Aku jadi bego, Ma !

Yaaah , Ma, mencintai kamu adalah bahagia dan sedih.
Bahagia karena mempunyai kamu di dalam kalbuku,
dan sedih karena kita sering berpisah.
Ketegangan menjadi pupuk cinta kita.
Tetapi bukankah kehidupan sendiri adalah bahagia dan sedih ?
Bahagia karena  napas mengalir dan jantung berdetak.
Sedih karena pikiran diliputi bayang-bayang.
Adapun harapan adalah penghayatan akan ketegangan.

Ma, nyamperin matahari dari satu sisi,
memandang wajahmu dari segenap jurusan.

Pejambon, Jakarta, 28 April 1978
Potret Pembangunan dalam Puisi

SAJAK JOKI TOBING UNTUK WIDURI

Dengan latar belakang gubug-gubug karton,
aku terkenang akan wajahmu.
Di atas debu kemiskinan,
aku berdiri menghadapmu.
Usaplah wajahku, Widuri.
Mimpi remajaku gugur
di atas padang pengangguran.
Ciliwung keruh,
wajah-wajah nelayan keruh,
lalu muncullah rambutmu yang berkibaran
Kemiskinan dan kelaparan,
membangkitkan keangkuhanku.
Wajah indah dan rambutmu
menjadi pelangi di cakrawalaku.

Nusantara Film, Jakarta, 9 Mei 1977
Potret Pembangunan dalam Puisi

SAJAK ORANG TUA UNTUK ISTRINYA

Aku tulis sajak ini
untuk menghibur hatimu
Sementara kau kenangkan encokmu
kenangkanlah pula masa remaja kita yang gemilang
Dan juga masa depan kita
yang hampir rampung
dan dengan lega akan kita lunaskan.

Kita tidaklah sendiri
dan terasing dengan nasib kita
Kerna soalnya adalah hukum sejarah kehidupan.
Suka duka kita bukanlah istimewa
kerna setiap orang mengalaminya.

Hidup tidaklah untuk mengeluh dan mengaduh
Hidup adalah untuk mengolah hidup
bekerja membalik tanah
memasuki rahasia langit dan samodra,
serta mencipta dan mengukir dunia.
Kita menyandang tugas,
kerna tugas adalah tugas.
Bukannya demi sorga atau neraka.
Tetapi demi kehormatan seorang manusia.

Kerna sesungguhnyalah kita bukan debu
meski kita telah reyot, tua renta dan kelabu.
Kita adalah kepribadian
dan harga kita adalah kehormatan kita.
Tolehlah lagi ke belakang
ke masa silam yang tak seorangpun kuasa menghapusnya.

Lihatlah betapa tahun-tahun kita penuh warna.
Sembilan puluh tahun yang dibelai napas kita.
Sembilan puluh tahun yang selalu bangkit
melewatkan tahun-tahun lama yang porak poranda.
Dan kenangkanlah pula
bagaimana kita dahulu tersenyum senantiasa
menghadapi langit dan bumi, dan juga nasib kita.

Kita tersenyum bukanlah kerna bersandiwara.
Bukan kerna senyuman adalah suatu kedok.
Tetapi kerna senyuman adalah suatu sikap.
Sikap kita untuk Tuhan, manusia sesama,
nasib, dan kehidupan.

Lihatlah! Sembilan puluh tahun penuh warna
Kenangkanlah bahwa kita telah selalu menolak menjadi koma.
Kita menjadi goyah dan bongkok
kerna usia nampaknya lebih kuat dari kita
tetapi bukan kerna kita telah terkalahkan.

Aku tulis sajak ini
untuk menghibur hatimu
Sementara kaukenangkan encokmu
kenangkanlah pula
bahwa kita ditantang seratus dewa.

WS. Rendra, Sajak-sajak sepatu tua,1972

SAJAK BURUNG-BURUNG KONDOR

Angin gunung turun merembes ke hutan,
lalu bertiup di atas permukaan kali yang luas,
dan akhirnya berumah di daun-daun tembakau.
Kemudian hatinya pilu
melihat jejak-jejak sedih para petani – buruh
yang terpacak di atas tanah gembur
namun tidak memberi kemakmuran bagi penduduknya.

Para tani – buruh bekerja,
berumah di gubug-gubug tanpa jendela,
menanam bibit di tanah yang subur,
memanen hasil yang berlimpah dan makmur
namun hidup mereka sendiri sengsara.

Mereka memanen untuk tuan tanah
yang mempunyai istana indah.
Keringat mereka menjadi emas
yang diambil oleh cukong-cukong pabrik cerutu di Eropa.
Dan bila mereka menuntut perataan pendapatan,
para ahli ekonomi membetulkan letak dasi,
dan menjawab dengan mengirim kondom.

Penderitaan mengalir
dari parit-parit wajah rakyatku.
Dari pagi sampai sore,
rakyat negeriku bergerak dengan lunglai,
menggapai-gapai,
menoleh ke kiri, menoleh ke kanan,
di dalam usaha tak menentu.
Di hari senja mereka menjadi onggokan sampah,
dan di malam hari mereka terpelanting ke lantai,
dan sukmanya berubah menjadi burung kondor.

Beribu-ribu burung kondor,
berjuta-juta burung kondor,
bergerak menuju ke gunung tinggi,
dan disana mendapat hiburan dari sepi.
Karena hanya sepi
mampu menghisap dendam dan sakit hati.

Burung-burung kondor menjerit.
Di dalam marah menjerit,
bergema di tempat-tempat yang sepi.

Burung-burung kondor menjerit
di batu-batu gunung menjerit
bergema di tempat-tempat yang sepi

Berjuta-juta burung kondor mencakar batu-batu,
mematuki batu-batu, mematuki udara,
dan di kota orang-orang  bersiap menembaknya.

Yogya, 1973
Potret Pembangunan dalam Puisi

SAJAK WIDURI UNTUK JOKI TOBING

Debu mengepul mengolah wajah tukang-tukang parkir.
Kemarahan mengendon di dalam kalbu purba.
Orang-orang miskin menentang kemelaratan.
Wahai, Joki Tobing, kuseru kamu,
kerna wajahmu muncul dalam mimpiku.
Wahai, Joki Tobing, kuseru kamu
karena terlibat aku di dalam napasmu.
Dari bis kota ke bis kota
kamu memburuku.
Kita duduk bersandingan,
menyaksikan hidup yang kumal.
Dan perlahan tersirap darah kita,
melihat sekuntum bunga telah mekar,
dari puingan masa yang putus asa.

Nusantara Film, Jakarta, 9 Mei 1977
Potret Pembangunan dalam Puisi

Teks Lainnya>

dari berbagai sumber

Sorry Bung, kalau salah judul :)

30 Komentar »

  1. Terima kasih. Saya bisa menikmati suara Rendra baca puisinya. Saya pernah punya kaset 2R yang berisi Rendra dan Remy Sylado baca puisi. itu sekitar tahun 1988, tapi kini kaset itu sudah tak ada lagi. saya menyesal. Entah siap orang yang punya kaset itu, saya sangat berharap dapat memilikinya lagi. Juga kaset Rendra membacanya Blus Untuk Bonny dan Nyanyian Angsa. Rekamannya sangat bagus. Tapi semuanya sudah tak lagi aku miliki. Siapa yang punya sekarang?

    Komentar oleh Yoedi — 25 Oktober 2008 @ 7:46 pm |Balas

  2. terima kasih sudah berbagi koleksi puisi ini.

    Komentar oleh rahmad — 31 Desember 2008 @ 5:32 am |Balas

  3. Terima kasih banyak. Sajak-sajak Rendra jadi benar-benar tampil sebagai satu tubuh yang utuh. Menepuk bahu sambil tersenyum seraya berkata: inilah dunia nyata bung!

    Komentar oleh Taufiq — 27 Januari 2009 @ 6:46 am |Balas

  4. […] Puisi-puisi WS. Rendra […]

    Ping balik oleh Puisi MP3 « Manuskrip Kesunyian — 3 Februari 2009 @ 6:47 am |Balas

  5. Daku Ambil kembali agar dapatkan izin seberkas puisi terbias dalam bahasa jiwa Sang Rendra sebagai bahan ajar anak bangsa rujukan atas daya budinya cipta budaya bersantun dalam bersastra. Terima kasih Mifka yang tak terhingga

    Komentar oleh Misbache — 21 Februari 2009 @ 10:03 am |Balas

  6. thanks, saya dulu (sekali..) punya buku dan kasetnya, dipinjam teman gak balik2, ternyata bertemu juga dgn org spt anda…terimaksih banyak..

    Komentar oleh Tonar — 1 April 2009 @ 11:28 am |Balas

  7.       

    Komentar oleh lendra — 22 April 2009 @ 1:39 pm |Balas

  8. salam kenal
    trimakasih atas sediaannya.saya ada buku puisi remy sylado setebal alkitab; kerygma martyria. sesama gemar puisi nih. gimana cara bikin blog? biar saya tambah go blog, he….

    salam hormat
    salam kreatif
    alie emje

    Komentar oleh ali emje — 3 Juni 2009 @ 12:45 pm |Balas

  9. Wow keren…ini yang selama ini saya cari. Emha dan Kyai kanjeng..

    Komentar oleh Eko Budi — 17 Juni 2009 @ 7:59 am |Balas

  10. terima kasih atas kebaikannya berbagi..

    Komentar oleh Ramen — 7 Agustus 2009 @ 2:50 am |Balas

  11. thanks for sharing. I do like these….hatur nuhun nya

    Komentar oleh farida — 8 Agustus 2009 @ 5:00 am |Balas

  12. terima kasih sudah berbagi. Mas Willy sudah pergi, tapi sajak-sajaknya masih bersama kita disini.

    Komentar oleh jontowel — 13 Agustus 2009 @ 5:50 am |Balas

  13. Selamat jalan, Mas Willi. Semoga amal ibadah Mas Willi diterima di sisi Allah Swt. Amin. Oh, ya, terimakasih banyak atas tersedianya rekaman suara Mas Willi dalam sajak-sajaknya. Ketika saya masih SMA tahun 1980-an, saya pernah mendengar suara rekaman sajak Mas Willi berjudul “Nyanyian Angsa”. Saya cari-cari di internet tidak pernah jumpa. Barangkali teman-teman punya koleksinya dalam bentuk mp3, mungkisan bisa di-sharing ke saya soetrianto@yahoo.co.id

    Wasalam
    Sutrianto-Pekanbaru-Riau

    Komentar oleh Sutrianto — 15 September 2009 @ 8:28 am |Balas

  14. alhamdulillah dari dulu aku ingin ngumpulin mp3 puisi
    dn ternyata keinginanku skarang tercapai terimakasih banyak atas blognya

    Komentar oleh abdul manaf — 18 November 2009 @ 5:30 am |Balas

  15. nyuhunkeun nu gugurnya atmokarpo kang hehee…nuhun…

    Komentar oleh irfan — 13 Januari 2010 @ 4:16 pm |Balas

  16. tenkiu, mas, atas puisi-puisinya. semoga apa yang mas berikan mendapatkan balasan dari yang di atas.

    Komentar oleh hajirmutawakkil — 11 Maret 2010 @ 10:45 pm |Balas

  17. keren absss
    sajak rendra yang renungan indah ada blmmm…klo ada bagi gabi donkkk.. trims bgt

    Komentar oleh away — 18 April 2010 @ 6:02 pm |Balas

  18. salam kenal semua’nya….I like this blog
    jangan lupa…
    di tunggu kunjungan balik ya..?

    Komentar oleh sentrabaju — 11 Mei 2010 @ 11:33 am |Balas

  19. salam kenal juga semua. terima kasih atas puisinya.

    Komentar oleh dana yusuf — 27 Mei 2010 @ 5:05 am |Balas

  20. wah keren-keren, gan aku minta yah buat ngisi di blog aku, hehehehe, ntr ak kasih referensinya, key…..ijin COPAS…:D

    Komentar oleh dudung — 28 Juni 2010 @ 5:18 pm |Balas

  21. Kalo mo dunlut yang Surat Cinta, kata sandinya apa ya Bang???

    Komentar oleh CengiRocKzZz — 30 Juni 2010 @ 3:11 pm |Balas

  22. terimakasih banyak sobat tuk sajak-sajak almarhum WS Rendra ini, smoga kebaikan Anda terbalas oleh-Nya.. salam sastra.

    Komentar oleh Vhieckqy ZR — 17 Juli 2010 @ 6:08 am |Balas

  23. iy, klw mw donload surat cinta pasword nya apa?
    makasih……….

    Komentar oleh tiram — 19 Juli 2010 @ 7:32 am |Balas

  24. it’s great….
    really great…
    I love it !!!

    Komentar oleh Fransez — 8 Oktober 2010 @ 10:10 am |Balas

  25. “BETSY” nya dong….
    Pengen download dan tulisannya sekalian dong…
    Tolong di info ke email saya ya….
    Thankssss berat…

    Komentar oleh Fransez — 8 Oktober 2010 @ 10:12 am |Balas

  26. i don’t know how to express my feeling when i saw this blog………..i loveeeee it very much i like 2 make sajak,,,if u don’t mind i wanna ask ur permision to “copas” heehhehe………if there is new information about sajak just send to my email……..thanks a lot^^

    Komentar oleh Tutty — 17 Februari 2011 @ 3:46 am |Balas

  27. makasih banyak udah berbagi,bener2 pas..

    Komentar oleh dhieaje — 2 Maret 2011 @ 12:52 pm |Balas

  28. sajak matharinya kok gak ada?

    Komentar oleh priska — 11 Mei 2011 @ 8:14 am |Balas

  29. terima kasih saya lebih tau puisi sekarang :)

    Komentar oleh Erdyn Eko Si Barcelonistas — 21 November 2012 @ 12:10 pm |Balas

  30. Right here is the perfect webpage for anyone who really
    wants to find out about this topic. You know a whole lot its almost tough to argue with you (not
    that I personally would want to…HaHa). You definitely put a
    new spin on a topic that has been discussed for ages.
    Great stuff, just excellent!

    Komentar oleh instrumental — 17 Maret 2013 @ 1:29 am |Balas


RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Tinggalkan Balasan ke farida Batalkan balasan

Blog di WordPress.com.