mifka weblog

10 September 2006

Wong Cilik

Filed under: Ω Opini — by Badru Tamam Mifka @ 8:57 pm
Tags: ,

Esei Badru Tamam Mifka

Dalam sebuah buku, saya menemukan percakapan novelis Katherine Vaz dan Jose Saramago, seorang sastrawan Portugal. Disana, Vaz mengajak saya percaya bahwa menjumpai dunia fiksi Saramago adalah menjumpai cerita tentang orang-orang yang seringkali tak dilihat dan tak dikenal. Saramago menulis novel dan ia menciptakan tokoh-tokoh khayali. “Saya ingin karakter-karakter khayali untuk mewakili orang-orang yang tak pernah disebut-sebut,” ucap Saramago, “maksud saya agar mereka tidak lagi menjadi orang-orang yang diabaikan…” Saya dapat menangkap maksud Saramago. Kita memang jarang [untuk tidak menyebut ‘tidak pernah’ membicarakan dan peduli terhadap “orang-orang kecil”, terhadap wong cilik…

Siapakah orang-orang kecil?
Kawan saya berbisik: “Orang-orang kecil adalah orang-orang yang miskin, para pembantu kecil, pekerja kasar dan orang-orang yang dianggap bernasib remeh dan kalah…dan lainnya dan lainnya.” Mendengar itu, runtuhlah saya.


Selama ini, kita memang terlalu meremehkan mereka. Sebesar apapun jasa mereka, tetap saja kerapkali tak diperhitungkan, tak berharga.

Dalam Baltsar and Blimunda, Saramago mengajukan ilustrasi yang haru: orang-orang mengangkat bongkah batu yang sangat besar yang diperlukan untuk membuat pintu biara. Adegan tersebut berlangsung sampai beberapa halaman, memaksa kita disana bersama orang-orang itu ketika mereka berjuang agar lempeng batu itu dapat melewati pepohonan dan mengitari sudut-sudut. Disana, hewan-hewan terbunuh dan para pekerja kakinya patah. Mereka bekerja, terus bekerja, seperti robot. Hal itu terjadi ketika seorang pekerja berpikir betapa ia sangat ingin pulang ke rumah dan bercinta dengan isterinya. Kita dapat menyaksikan bagaimana hidup dan darah dikorbankan demi memenuhi keinginan arogan Raja Dom Joao V untuk memiliki pinyu itu.

Meski ilustrasi itu hanya fiksi, tetapi ia terlalu cukup untuk bicara tentang kenyataan. Novel itu menghakimi kita, betapa selama ini penghargaan kita terhadap orang-orang kecil yang berjasa dalam kehidupan sekitar acapkali diabaikan. Saramago, lewat novel-novelnya, telah mengetuk pintu hati kita, betapa selama ini kerja orang-orang kecil tak diberi nilai dan yang layak. Kita ingat, mereka para pekerja pabrik, petugas kebersihan, kuli jalanan, pekerja rumah tangga…Kita ingat, pengantar pos, pekerja bangunan dan lainnya dan lainnya.

Mereka rakyat kecil, mereka sebenarnya yang berjasa membangun Taj Mahal dengan darah dan maut, bekerja keras menyusun monumen-menumen, Tembok Cina, Borobudur, gedung-gedung megah perkantoran, hotel…Mereka yang membersihkan sampah-sampah disetiap sudut tempat, dijalanan kota, di kali kotor, disekitar rumah kita, di kampus-kampus…Mereka yang berpanas-panas memperbaiki jalan raya yang rusak; mereka yang seharian bekerja menjadi pembantu rumah tangga, mereka yang merasa dosa mengucap “letih dihadapan mesin-mesin pabrik; mereka yang pagi-pagi membersihkan sampah dan mendorong gerobak sampah yang bau menyengat; mereka yang enggan kita sebut-sebut, enggan kita ajukan keberadaan mereka dalam puisi, catatan, kenangan, sinetron, film layar lebar, dalam percakapan para pengusaha, obrolan para pejabat di meja makan…

Lihatlah, para penguasa uang merencanakan pendirian bangunan-bangunan megah. Lalu siapa akhirnya yang disebut-sebut sebagai orang yang berjasa? Siapa yang akhirnya diberi penghargaan dan pujian?
Lalu, sudahkah kita memberi nilai dan upah yang layak pada mereka, pada orang-orang kecil? Sudahkah kita menghargai bau keringat orang-orang kecil yang berjasa besar merawat kebesihan lingkungan dan bangunan megah yang setiap hari kita [hanya bisa] menikmatinya? Sudahkah kita belajar pada kerja keras mereka? Malukah kita pada kerja keras mereka?

Sudahkah kita menghargai orang-orang kecil, mencintai orang-orang kecil? []

2006

Tinggalkan sebuah Komentar »

Belum ada komentar.

RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Kirim komentar

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.