Menulis puisi tentang cinta memang menakjubkan. Cinta, pada akhirnya, selalu ingin menegaskan warnanya diantara ragam suasana hati, kegelisahan, harapan dan kerinduan. Dalam puisi, sehebat apapun kerinduan dan kegelisahan cinta manusia terhadap sesama dan Tuhan-Nya, selalu menemukan tempatnya yang ramai dan leluasa dalam tafsir dan makna. Meskipun toh pada akhirnya, kegelisahan manusia–seperti halnya kerinduan–selalu tak pernah usai, selalu tak kunjung selesai, dan kemudian puisi mengabadikannya menjadi lembaran makna yang selalu mengalir, meriak, bergelombang dalam bermilyar tafsir dan pengalaman pembacanya.
Dalam puisi, manusia selalu menegaskan kesadarannya dengan cara yang terbaik. Manusia sadar bahwa ia tidak sempurna, maka ia mesti mengenali potensi untuk memperbaikinya. Manusia selalu bergerak dalam petak-petak makna. (more…)